Pengembangankompetensi guru juga harus berkelanjutan berbasis dengan kehidupan. Pendidikan harus mampu mendorong pengembangaan skills abad 21 yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, berbagai elemen pendidikan harus dipersiapkan baik kurikulum, siswa, guru, media maupun perangkat pembelajaran. Pembelajaran Abad 21 Era Disrupsi.
In answering the fourth industrial revolution era, basic Islamic education institutions did not adequately apply old literacy reading, writing, arithmetic, but had to apply new literacy data literacy, technology literacy and human resource literacy or humanism. This article discusses the challenges and opportunities of basic Islamic education in the era of the fourth industrial revolution. Strengthening new literacy in Islamic elementary education teachers as a key to change, revitalizing literacy-based curriculum and strengthening the role of teachers who have digital competencies. The teacher plays a role in building competency generation, character, having new literacy skills, and high-level thinking skills. Islamic elementary education as a basis for determining intellectual, spiritual, and emotional intelligence in children must strengthen 21st century literacy skills. Start creative aspects, critical thinking, communicative, and collaborative. Islamic elementary education is urgently needed to strengthen new literacy and revitalize digital-based curriculum. Curriculum revitalization refers to five basic values of good students, namely resilience, adaptability, integrity, competence, and continuous improvement. Islamic elementary education educators must be digital teachers, understand computers, and be free from academic illness. The goal is to realize high competency generation, character and literacy to answer the challenges of the fourth industrial revolution era.
PembelajaranAbad 21. Pendidikan abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pribadi yang mandiri
Lagi Rame! Pentingnya Izin Perpanjangan Izin Pemakaman Aturan dan Mahalnya Biaya Pemakaman di Jerman Denver Nuggets Juara NBA 2023! Study Tour, Bagian Kurikulum? Study Tour, antara Manfaat dan Kendala Wisata yang Cocok untuk Study Tour Pendidikan 10 Agustus 2021 1046 Diperbarui 10 Agustus 2021 1047 1314 Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendidikan. Sumber ilustrasi PEXELS/McElspeth Abad 21 ditandai dengan datangnya era media digital age yang sangat berpengaruh pada perubahan karakteristik peserta didik dan pengelolaan 21 sangat membutuhkan profil guru yang efektif, profesional dan memesona yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan abad 21. Pembelajaran abad 21 harus mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dan pengelolaan pembelajaran yang berpusat pada anak. Guru sebagai fasilitator, motivator, mediator, dan pemimpin dalam proses artinya kewenangan dan kecakapan/ kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan jabatan yang diembannya. Adapun kompetensi guru yang harus dimiliki adalah Kompetensi Pedagogik kemampuan guru dalam pemahaman terhadap peserta didik mengelola pembelajaran merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi. Kompetensi inti pedagogik meliputi a Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran, b menguasai karakteristik peserta didik yang meliputi aspek yaitu, fisik, moral, sosial, emosional, ,kultural dan intelektual, c mengembangkan kurikulum , memanfaatkan teknologi informasi, d menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, e memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, f berkomunikasi secara efektif dan empati serta santu terhadap peserta didik, g melaksanakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, h menggunakan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, i melaksanakan tindakan kepribadian pribadi yang mencerminkan kepribadian yang mantap, dewasa, stabil, arif , berwibawa selalu memesona di hadapan peserta didik, humoris namun tegas, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian meliputi a bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial dan budaya, b menampilkan pribadi yang jujur, teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia, c menunjukkan sebagai pribadi yang arif, stabil, mantap, berwibawa dan memesona, d menjunjung tinggi kode etik sosial kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk bergaul dan berkomunikasi efektif dengan peserta didik, orang tua peserta didik, tenaga kependidikan , sesama pendidik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi a tidak bersikap diskriminatif, bersikap inklusif, dan obyektif, b berkomunikasi secara efektif, santun dan empati dengan peserta didik, orang tua, teman sejawat tenaga pendidikan dan masyarakat, c beradaptasi dengan lingkungan Profesional kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran yang luas dan mendalam isi materi pembelajaran, keilmuan materi dalam kurikulum, menambah wawasan keilmuan . Meliputi a penguaasaan materi , struktur, konsep dan pola pikir keilmuan, b penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar, c mengembangkan materi pembelajaran dengan kreatif, d memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi, e mengembangkan keprofesionalannya dengan berkelanjutan. Kompetensi guru yang sudah dirumuskan oleh pemerintah yang meliputi keempat kompetensi yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional perlu dikontekstualisasikan dan dilakukan penyesuaian supaya mampu mempersiapkan dan memprediksi kebutuhan belajar peserta didik dan masyarakat abad membaca artikel pendek ini, diharapkan anda khususnya para guru dapat mengukur sejauh mana anda memenuhi profesi guru yang efektif, kompeten dan BERMANFAAT Lihat Pendidikan Selengkapnya
3 Creativity (kreativitas) Kompetensi abad 21 yang harus dimiliki siswa selanjutnya adalah kreativitas. Kreativitas sangat diperlukan oleh siswa supaya lebih berani untuk mencari serta mengungkapkan ide-ide yang ada di dalam kepalanya. Perlu diketahui jika kemampuan berpikir kreativitas ini tidak hanya terbatas pada penciptaan produk atau
Lanjut ke konten Oleh Ragwan Alaydrus, source Semua pasti setuju jika guru memegang peran kunci pada keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Bahkan secanggih apapun instructional materials yang ada tak akan bisa mengalahkan peran seorang guru. Itu sebabnya, di Finlandia kualitas dan kuantitas guru sangat diperhatikan. Misalnya saja, guru-guru direkrut dari para lulusan terbaik program master, selain itu sekolah menempatkan tiga guru untuk mengajar satu kelas dalam satu waktu. Begitu pula, pada pendidikan abad 21, guru diharap bisa mengubah pendekatannya dari pendekatan gaya lama kepada gaya yang lebih adaptif di zaman ini. Apa saja pendekatan tersebut? Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan mereka. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam kelas. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran 🙂 Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah antara guru dan siswa. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan performanya tak hanya tes tulis. Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran.
BagelenChannel 17 April 2021 Opini Komentar Dinonaktifkan pada Karakter Sains Abad 21 dalam Pelajaran Tematik Sekolah Dasar 56 Dilihat. Peran penting seorang guru abad ke-21 adalah peran mereka sebagai role model untuk kepercayaan, keterbukaan, ketekunan dan komitmen bagi siswanya dalam menghadapi ketidakpastian di abad ke21.
A. Pembelajaran Abad 21 Dalam pandangan paradigma positivistik masyarakat berkembang secara linier seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara berturut-turut masyarakat berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi. Situasi abad 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang ditandai oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat industri generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, muncul apa yang disebut sebagai revolusi industri Istilah industri pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011 yang ditandai revolusi digital. Revolusi industri gelombang keempat, yang juga disebut industri kini telah tiba. Industry adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan artificial intelligent, perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman 2013, mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api 1750-1830. Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak 1870-1900. Ketiga, penemuan komputer, internet, dan telepon genggam 1960-sampai sekarang. Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi dikutip dari A. Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1. Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah sejak era Orde Baru. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia tidak sama dengan perkembangan pada masyarakat Barat yang pernah mengalami era pencerahan dan masyarakat industri. Perkembangan masyarakat Indonesia faktanya tidak secara linier, tetapi lebih berlangsung secara pararel. Artinya, ada masyarakat yang hingga fase perkembangannya sekarang masih menunjukkan masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital. Semuanya kategori karakter masyarakat tersebut faktanya berkembang tidak secara linier, tetapi berlangsung secara pararel. Oleh karena itu, meskipun era digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa wilayah blank spot. Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan siswanya, meskipun sudah berada dalam abad 21. Sekolah, guru, dan siswa di daerah perkotaan memang sudah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk daerah pedesaan masih ada juga yang belum terambah oleh fasilitas internet, dan bahkan ada pula wilayah yang sama sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi. Akan tetapi pada abad 21 sekarang ini masyarakat Indonesia memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dengan era digital. Karena itu apa pun harus menyesuaikan dengan kehadiran era baru berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi bagian dari era digital sekarang ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif. Menurut Manuel Castell kemunculan masyarakat informasional itu ditandai dengan lima karateristik dasar Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan informasi. Kedua, karena informasi adalah bagian dari seluruh kegiatan manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. Ketiga, semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh logika jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas proses-proses dan organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi baru sangat fleksibel, memungkinkan mereka beradaptasi dan berubah secara terus-menerus. Akhirnya, teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi dalam Ritzer, 2012 969. Menurut Castell sebenarnya sudah sejak dekade 1980-an muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan. “Ia informasional karena produktivitas dan daya saing unit-unit atau agen-agen di dalam ekonomi ini entah itu firma-firma, region-region, atau wilayah-wilayah yang tergantung secara fundamental pada kapsitas mereka untuk menghasilkan, memproses, dan menerapkan secara efisien informasi berbasis pengetahuan Castell, 1996 66. Ia global karena ia mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebagai suatu unit di dalam waktu nyata pada suatu skala planeter” Castell, 1996 92. Hal itu dimungkinkan untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang baru. Meneruskan konsep ruang mengalir itu, kemudian Scott Lash menganalisis kemunculan masyarakat informasional itu secara lebih mendalam, detail, dan canggih. Sama seperti Castells, Lash setuju dengan kemunculan dunia baru, yaitu masyarakat informasional yang meskipun merupakan kelanjutan dari kapitalisme lama, tetapi memiliki berbagai karakter yang berbeda. Dengan pendekatan kritis, Lash menganalisis kapitalisme informasional dengan berusaha memperluasnya terkait dengan filsafat, teori sosiologi, teori kebudayaan, baik klasik maupun kontemporer. Dalam bukunya Critique of Information 2002, Lash memului dengan sejumlah pertanyaan mendasar, bagaimana ilmu sosial kritis, teori kritik atau kritik dapat dimungkinkan dalam masyarakat informasi? Apa yang terjadi dalam suatu era ketika kekuasaan tidak lagi sebuah ideologi sebagaimana era abad sembilanbelas, tetapi sekarang kekuasaan adalah sebuah informasional dalam arti luas? Ketika era sebelumnya ideologi diperluas oleh ruang dan waktu, mengklaim universalitas, dan berbentuk metanaratif, merupakan sistem kepercayaan, dan menyediakan waktu untuk refleksi; tetapi sekarang era informasional, ketika informasi itu berada dalam kemampatan ruang dan waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik, sinyal, dan bahkan sekadar peristiwa dalam waktu. Berlangsung sangat cepat, sekilas, hidup dalam era informasi hampir tidak ada waktu untuk refleksi. Jadi ketika ilmu sosial kritik hidup dan berkembang dalam era ideologi kritik, apa yang terjadi ketika ilmu sosial kritik hidup dalam era informasinal kritik? Dapatkah pemikiran kritis beroperasi dalam era informasi? Meskipun Lash adakalanya merujuk pada Castells, tetapi dalam mendefinisikan informasi sedikit berbeda. Ia mengaku “saya akan memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang dirumuskan oleh Bell 1973, Touraine 1974, dan Castells 1996 yang fokus pada kualitas karakter utama informasi itu sendiri. Tetapi Menurut Lash informasi harus dipahami secara tajam dalam kontradiksinya dengan yang lain, kategori sosiokultural awal, yaitu sebagai monumen naratif dan wacana discourse atau institusi. Karakter utama informasi adalah aliran, tak melekat, kemampatan spasial, kemampatan temporal, hubungan-hubungan real-time. Informasi tidaklah secara eksklusif, tetapi sebagian besar, dalam kaitan ini bahwa kita hidup dalam era informasi. Sebagian orang menyebut kita hidup dalam jaman modern lanjut Giddens, 1990, sementara yang lain menyebutnya sebagai jaman postmodern Harvey, 1989, tetapi konsep tersebut menurut Lash juga tidak berbentuk. Informasi tidak. Lash memahami masyarakat informasi berbeda dengan apa yang sering dirumuskan oleh kalangan sosiolog. Masyarakat informasi sering dipahami dalam istilah produksi pengetahuan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan diproduksi. Kunci untuk memahami ini adalah apa yang diproduksi dalam produksi informasi bukanlah barang-barang dan layanan kekayaan informasi, tetapi lebih kurang adalah potongan informasi di luar kontrol. Produksi informasi meliputi terutama adalah pentinggnya kemampatan. Sebagaimana diktum McLuhan medium adalah pesan dalam pengertian bahwa media adalah peradigma medium era informasi. Hanya saja jika dahulu medium dominan adalah naratif, lirik puisi, wacana, dan lukisan. Tetapi sekarang pesan itu adalah pesan atau komunikasi.’ media sekarang lebih seperti potongan-potongan. Media telah dimampatkan. Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis, komunikasiah yang membuat informasi menjadi dinamik, kuat, dan sumber energi. Mirip dengan Habermas, Lash yakin bahwa komunikasi itulah yang sekarang telah menjadi basis kehidupan sosial kontemporer, karena itu ia menjadikan komunikasi sebagai unit dasar analisisnya, dan bukan informasi. Lash kemudian melangkah lebih jauh dengan mengembangkan konsep di seputar isu perkembangan ICT. Ketika ICT itu sendiri sering diposisikan sebagai entitas tersendiri yang berbeda dengan karakter-karakter masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada produksi industrial, maka Lash menjelaskan bahwa dalam kategori era ICT itu sendiri telah berkembang dengan karakter yang berbeda. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa telah terjadi dua generasi dalam perkembangan ICT. Generasi pertama perkembangan ICT secara fundamental adalah informasional, dengan sektor kuncinya adalah semikonduktor, sofware sistem operasi dan aplikasi, dan komputer. Akan tetapi generasi kedua, ekonomi baru adalah komunikasional, karena itu sentralitasnya adalah internet dan sektor jaringan. Itulah sebabnya menurut Lash, Cisco Systems, yang membuat sarana jalan, sebagai pipa’ komunikasi internet, yang menjadi kapitalisme pasar lebih tinggi daripada informational’ Microsoft. Inilah yang dikenal sebagai pasangnya media baru new media. Dalam pada itu konten dan komunikasi adalah sepenting kode, bukan berbasis pada sektor kode informasi. Jika ICT generasi pertama sangat erat berurusan dengan Lembah Silokan California, maka ICT generasi kedua bukan perkara segar, bersih, dan semi desa Lembah Silokan, tetapi berurusan dengan kotor, urban silicon allys’. Silicon allys telah menjadi multimedia baru seperti CD-ROMs, permainan komputer Allen, Scott, 2000. Mereka adalah multimedia konvergensi teknologi informasi dengan media. Sikap Lash terhadap topik diskusi tersebut tetap menegaskan bahwa unit dasar analisisnya adalah kmunikasi. Komunikasi adalah pertanyaan soal kultur jarak jauh. Dalam masyarakat industri dulu hubungan-hubungan sosial diletakan pada suatu tempat dengan prinsip kedekatan, dan hubungan sosial pada saat yang sama sekaligus adalah ikatan sosial. Akan tetapi sekarang, dalam era informasional, hubungan sosial dipindahkan oleh komunikasi. Komunikasi adalah intens, dalam durasi pendek. Komunikasi memecah naratif menjadi pesan pendek/ringkas. Jika hubungan sosial lama menempatkan tempat dengan prinsip kedekatan, ikatan komunikasional adalah meletakan tempat pada jarak jauh. Jadi, komunikasi adalah tentang kebudayaan, bukan kedekatan, yaitu kebudayaan jarak jauh. Culture at-a-distance meliputi baik komunikasi yang datang dari jauh maupun orang datang dari jauh agar bertemu secara tatap muka Boden and Molotch, 1994. Intensitas, keringkasan, dan ketidakhadiran kontinyuitas naratif adalah prinsip tata kelolanya Simmel, 1971; Sennett, 1998. Suatu komunikasi dan aliran diletakan pada panggung pusat, daripada aturan sosial dan lembaga/struktur. Sosiologi berargumen lebih progresif lagi, yaitu bahwa sekarang ini secara umum telah muncul fenomena mediologi. Oleh karena itu sekarang ini diberbagai universitas terkemuka di dunia telah mengenalkan dan mengajarkan tentang sosiologi media. Khususnya sekarang ini telah muncul apa yang dikenal sebagai logika mediologi. Mediologi akan mengharuskan bekerja dengan logika media dan komunikasi. Jika sosiologi Durkheimian mengenalkan konsep anomie, untuk menjelaskan perubahan dari feodalisme ke kapitalisme pabrik, sekarang mediologi, berbicara anomie postindustri aliran-aliran. Sosiologi setuju dengan re-teritorialisasi sosial, institusi modern, dan struktur masyarakat industri. Mediologi berbicara re-teritorialisasi masyarakat jaringan yang datang dari pengerasan aliran-aliran. Maka pada saat yang sama sekarang muncul fenomena ekonomi tanda dan ruang. Begitulah, menurut Lash, dalam masyarakat kapitalisme lanjut, komunikasi adalah kunci, pergeseran dari logika struktur ke logika arus yang dimungkinkan oleh jangkauan hubungan yang dibawa oleh outsorcing pada umumnya. Dan outsorcing ini adalah re-teritorialisasi, misalnya perusahaan-perusahaan menjadi lebih bisa dikerjakan di rumah tangga. Bahkan kemudian ada perusahaan membolehkan kerja lembur per minggu di rumah, jadi tidak tergantung pada tempat atau ruang pabrik. Jadi sekarang ini di jaman tata informasi dan komunikasi global, semuanya serba outsorcing baik kerja di perusahaan firma, keluarga, negara, dan bahkan juga pada bidang seni. Karena itu bisa juga refleksivitas di outsourced, dan di eksternalisasi. Sekarang ini juga ada pergeseran dari akumulasi ke sirkulasi. Namun demikian juga muncul apa yang disebut sebagai hegemoni sirkulasi di mana sirkulasi modal uang dipisahkan dari bagian akumulasi modal. 1. Masyarakat Informasional di Indonesia Pada fase masyarakat industrial fokus utama adalah bagaimana masyarakat dengan segenap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi berusaha mengolah bahan baku yang disediakan oleh alam menjadi komoditas yang berpotensi meningkatkan kualitas hidup. Akan tetapi sekarang ini, ketika memasuki era masyarakat informasional, bukan lagi perkara bagaimana berproduksi untuk akumulasi kapital, akan tetapi bagaimana penguasaan dan kemampuan mengolah informasi sebagai sumber daya utama untuk meningkatkan kualitas hidup. Sekarang ini banyak yang sepakat bahwa masyarakat Indonesia mengalami transisi dari masyarakat offline menuju masyarakat online. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat informasional dan komunikasional juga telah hadir yang siapa pun tidak bisa menolaknya. Dengan kata lain, kehadiran masyarakat informasional ini sudah merupakan imperatif, atau sebuah keniscayaan. Hampir seluruh aspek kehidupan dalam bermasyarakat mulai dari aspek ekonomi, politik, kebudayan, dan sosial-budaya terambah oleh moda-moda informasional dan komunikasional. Sekarang ini informasi tidak lagi mewujud dalam bentuk pengetahuan yang terdokumentasi secara padat seperti barang-barang cetakan, tetapi telah berubah menjadi serba digital. Proses digitalisasi terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang tentu saja berimplikasi terhadap perubahan nilai, cara pandang, dan pola-pola perilaku masyarakat. Dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia APJII, penetrasi internet di Indonesia mencapai 132,5 juta orang pada 2016, tumbuh pesat dari 2015 yang baru 88,1 juta orang. Hal itu tidak lepas dari kerja keras para operator telekomunikasi yang memperluas jangkauan layanan mereka. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan regulasi yang mendukung Kompas, 20 Maret 2017, hal. 12. Akan tetapi seiring dengan gegap-gempita tumbuhnya masyarakat jaringan ini, juga menyodorkan persoalan sosio-kultural seperti kesenjangan digital. Dalam insitusi keluarga pun juga menyodorkan persoalan kesenjangan antara generasi para orangtua yang masih disebut sebagai digital immigrant dan generasi anak-cucunya yang disebut sebagai generasi digital native. Di Indonesia, target menjadi masyarakat informasi diarahkan pada ukuran terhubungnya seluruh desa dalam jaringan teknologi komunikasi dan informasi pada tahun 2015. Determinasi teknologi ini harus diwujudkan dalam determinasi sosial, dimana masyarakat harus berdaya terhadap informasi. Konsep masyarakat informasi tidak lagi mengarah seperti era media yang telah muncul pada era industrial atau sering disebut the first media age dimana informasi diproduksi terpusat satu untuk banyak khalayak, arah komunikasi satu arah; Negara mengontrol terhadap semua informasi yang beredar; reproduksi stratifikasi sosial dan ketidakadilan melalui media; dan khalayak informasi yang terfragmentasi. Akan tetapi masyarakat informasi yang berada pada the second media age yang memiliki karakter informasi desentralistik; komunikasi dua arah; kontrol Negara yang distributif; demokratisasi informasi; kesadaran individual yang mengutama; dan adanya orientasi individual. Luapan konten informasi dan teknologi yang memungkinkan untuk user generated sebagaimana karakter media baru seperti munculnya blogs, website, citizen journalism, atau pun digitalisasi yang memungkinkan semakin banyaknya jumlah siaran televisi, radio, webcast, dan juga semakin mudahnya menerima terpaan informasi dimana saja, menjadikan masyarakat memiliki kesempatan yang sangat besar menjadi konsumen informasi. Era informasi seharusnya menjadikan masyarakat menjadi prosumen, produsen sekaligus konsumen informasi. Ciri utama masyarakat informasi adalah bahwa semua aktivitas masyarakatnya berbasis pada pengetahuan. Oleh karena itu, dalam dunia di mana informasi dan pengetahuan terus beredar, pemerintah bercita-cita untuk membangun negara sebagai masyarakat yang berpengetahuan. Akan tetapi justru di sinilah kemudian menimbulkan masalah, sebab perkembangan masyarakat di Indonesia tidak linier dan homogen. Ada sebagaian masyarakat yang sudah berada dalam tahap siap memasuki masyarakat informasi karena telah mempunyai basis pengetahuan kuat dan menggunakannya sebagai dasar utama bagi aktivitasnya. Sementara banyak juga warga masyarakat yang berakar kuat pada kultur agraris, tradisional, penuh mistik, dan pandangan dunianya kurang mampu cepat beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya ketika pemerintah membangun infrastruktur ICT secara signifikan, sebagian besar warga masyarakat kurang mampu memanfaatkan ICT untuk kepentingan yang produktif, karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan. 2. Implikasinya terhadap Pendidikan Perubahan peradapan menuju masyarakat berpengetahuan knowledge society, menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ICT Literacy Skills. Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan 1 melek teknologi dan media; 2 melakukan komunikasi efektif; 3 berpikir kritis; 4 memecahkan masalah; dan 5 berkolaborasi. Akan tetapi persoalan ICT Literacy ini dalam masyarakt kita masih masalah mendasar bagi upaya menuju masyarakat informasi. Rendahnya tingkat ICT Literacy, terutama pada masyarakat pedesaan menjadi faktor signifikan terhadap menetapnya fenomena kesenjangan informasi di Indonesia. Mark Poster pada awal dekade sembilanpuluhan telah mempublikasikan buku The Second Media Age, yang mengakabarkan datangnya periode baru yaitu hadirnya teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, terutama sejak hadirnya internet, yang akan mengubah masyarakat. Jadi sudah sejak awal, para akademisi telah memprediksi bahwa kehadiran Internet akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perubahan social. World Wide Web www adalah dunia yang terbuka, fleksibel, dan merupakan lingkungan informasi yang dinamik, yang membuat keberadaan manusia mampu mengembangkan orientasi baru terhadap ilmu pengetahuan, dan mendorong lebih banyak berinteraksi, community-base, dunia demokrasi yang saling memberdayakan. Internet mengembangkan tempat untuk bertemu secara virtual yang memperluas jaringan social ke seluruh dunia, menciptakan kemungkinan baru untuk pengetahuan, dan memberi peluang untuk berbagi perspektif secara lebih luas. Merespons perkembangan baru, yaitu era masyararakat informasional dan komunikasional yang ditandai oleh kehadiran media baru, pemerintah dalam pembangunan sektor pendidikan mengeluarkan kebijakan. Beberapa kebijakan Kementerian Pendidikan Indonesia yang berisi pemanfaatan ICT dalam pembelajaran sudah cukup lama hingga sekarang, termasuk penerapan Kurikulum 2013 juga mendorong proses pembelajaran berbasis ICT, sehingga penetrasi media baru new media dalam dunia pendidikan semakin intensif dan ekstensif. Terdapat kesepakatan umum bahwa Information and Communication Technologies ICT adalah baik untuk pengembangan dunia pendidikan. Bank Dunia mengarisbawahi bahwa para pendidik dan para pengambil keputusan sepakat bahwa ICT merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan masa depan pendidikan dalam era Melinium. Teknologi ini, khususnya internet yang mampu membangun kemampuan jaringan informasi dapat meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh, membuka jaringan pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi pendidikan dengan kualitas standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan efektivitas kebijakan administrasi pendidikan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh bahwa “1 Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, 2 Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, 3 Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama korespondensi cetak, generasi kedua multimedia Audio, VCD, DVD, generasi ketiga pembelajaran jarak jauh telekonferensi/TVe, generasi keempat pembelajaran fleksibel multimedia interaktif dan generasi kelima e-Learning web based course, akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile koneksi nirkabel/www. Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu1 perluasan dan pemerataan akses; 2 peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan 3 penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak. Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi. Perubahan era yang kemudian mengubah karakter masyarakat secara bertahap, menghadirkan realitas baru seperti masyarakat informasional dan komunikasional juga berimplikasi terhadap perkembangan media, yang kemudian dikenal sebagai media baru. Media baru yang berbasis internet dan web ini beroperasi secara masif, ekstensif, dan intensif merasuk ke berbagai sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor pendidikan. Oleh karena itu dapat dipahami jika pemerintah Indonesia mengantisipasi dan kemudian menstransformasikan diri dengan mengeluarkan berbagai kebijakan pendidikan berbasis TIK tersebut. Berbagai regulasi juga terus diciptakan guna mengikuti kehadiran media baru ini. Dengan hadirnya ICT dunia pendidikan bisa membawa dampak positif apabila teknologi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi bisa menjadi masalah baru apabila lembaga pendidikan tidak siap. Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang dampak positif dan negatif dari pemanfataan Teknologi Komunikasi dan Informasi ICT sebagai media komunikasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Kurniawati et,al 2005 menunjukan bahwa pada umumnya pendapat guru dan siswa tentang manfaat ICT khususnya edukasi net antara lain 1 Memudahkan guru dan siswa dalam mencari sumber belajar alternative; 2 Bagi siswa dapat memperjelas materi yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi menarik; 3 Cara belajar lebih efisien; 4 Wawasan bertambah; 5 Mengetahui dan mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi; dan 5 Membantu siswa melek ICT Pujiriyanto, 2012. Atas perubahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran juga sangat intensif terekspose terpaan oleh kehadiran media baru, dan ini menyodorkan fenomena tentang mediatisasi pembelajaran. Masif, ekstensif, dan intensifnya media baru dalam proses pembelajaran ini akhirnya juga mengubah moda-moda belajar yang bergantung pada media. Fenomena baru inilah yang kemudian dikenal sebagai mediatisasi pembelajaran, di mana media tampil begitu kuat dan menentukan, dan akhirnya aktivitas pembelajaran bukan sekadar memanfaatkan media akan tetapi lebih dari itu mengikuti logika media. Kuatnya logika media itu kemudian membawa konsekuensi terhadap perubahan pola dan moda belajar pada lembaga strategis seperti sekolah. Misalnya, hubungan guru dan murid dan aktivitas belajarnya tidak lagi bergantung pada satu sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah, akan tetapi juga mau tidak mau harus menerima kehadiran media baru berbasis internet dan web ini sebagai sumber belajar. Karakter media baru sebagai penyedia konten isi begitu besar dan bahkan tidak terbatas jauh melebihi gudang pengetahuan yang disediakan pada lingkungan sekolah. Aksesnya pun terbuka lebar karena tata kelola informasinya sangat canggih dan sangat mudah dan cepat diakses oleh siswa dalam aktivitas belajar. Sekarang ini pokok-pokok bahasan yang diajarkan guru pada ruang kelas, akan dengan mudah dikonfirmasikan melalui google ataupun yahoo yang begitu banyak dan mudah menyediakan informasi pengetahuan yang relevan dengan pembelajaran di sekolah. Lebih dari itu, media baru juga menyediakan aplikasi pembelajaran secara virtual yang mirip dengan pembelajaran di ruang kelas pada setiap sekolah. Akan tetapi, kehadiran media baru ini juga menghadirkan berbagai persoalan yang berkait dengan perilaku belajar siswa dan sikap guru terhadap maraknya pembelajaran digital ini. Sebut saja misalnya tentang sikap minimalis dan pragmatisme belajar siswa yang sangat fenomenal seperti ketergantungan pada google atau yahoosetiap kali menghadapi masalah atau pun penugasan dalam pembelajaran di kelas. Sikap guru pun masih variatif dalam menghadapi hadirnya media baru dan mediatisasi pembelajaran ini karena terkait kesenjangan keterampilan dan pengetahuan tentang media baru, yang masuk dalam generasi digital imigrant yang harus menghadapi murid yang masuk dalam kategori digital Karakteristik Guru Abad 21 Perubahan karakter masyarakat secara fundamental sebagaimana terjadi dalam abad 21 tentu berimplikasi terhadap karakteristik guru. Dalam pandangan progresif, perubahan karakteristik masyarakat perlu diikuti oleh transformasi kultur guru dalam proses pembelajaran. Jadi jika sekarang masyarakat telah berubah ke masyarakat digital, maka guru juga segera perlu mentransformasikan diri, baik secara teknik maupun sosio-kultural. Oleh karena itu perlu mengidentifikasi, karakteristik guru seperti apa yang mampu mentransformasikan diri pada era digital pada abad 21 sekarang ini. Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif. Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis Kompas, 9 April 2018, hal. 12. Menurut Ketua Divisi Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Smart Learning Center, Richardus Eko Indrajit mengatakan, guru harus mulai dibiasakan untuk merasakan pembelajaran digital yang terus berkembang. Sebab, penggunaan teknologi dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas. Buku bisa digantikan dengan teknologi. Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan. Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang beragam. Oleh karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator. Lebih lanjut Eko Indrajit mengatakan, pada era sekarang, siswa sudah banyak mengetahui pembelajaran lewat internet terlebih dahulu, baru sekolah. Jangan sampai guru gagap menghadapi kondisi siswa yang lebih banyak tahu konten pembelajaran yang didapat dari internet. Oleh karena itu kemampuan guru sebagai fasilitator harus diperkuat. Guru dapat mengarahkan pembelajaran lebih banyak pada diskusi, memecahkan masalah, hingga melakukan proyek yang merangsang siswa berpikir kritis Kompas, 9 April, 2018, hal. 12. Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah cara berpikir bahwa guru adalah pusat teacher center menjadi siswa adalah pusat student center sebagaimana dituntut dalam kurikulum 13. Ini berarti guru perlu memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga guru bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan tersebar, serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang terkoneksi pada gawai. Ini memang tidak mudah, karena berkait dengan transformasi kultural baik yang masih berkembang dalam guru maupun siswa itu sendiri, dan bahkan masyarakat. Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca. Selama ini berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa minat baca di kalangan guru di Indonesia masih rendah, dan bahkan kurang memiliki motivasi membeli atau mengoleksi buku. Tingkat kepemilikan buku di kalangan guru di Indonesia masih rendah. Bahkan sering terdengar pemeo bahwa penambahan penghasilan melalui program sertifikasi guru, tidak untuk meningkatkan profesionalisme guru, tetapi hanya untuk gaya hidup konsumtif. Sudah sering terdengar bahwa, tambahan penghasilan gaji guru melalui program sertifikasi bukan untuk membeli buku, tetapi untuk kredit mobil. Karakteristik seperti itu, adalah tidak cocok bagi pengembangan profesionalisme guru pada abad 21. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era pedagogi siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya, sehingga akan menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya kewibawaan guru akan berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas pembelajaran, tetapi juga bagi kemajuan sebuah bangsa. Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasan-gagasan inovatifnya dalam bentuk buku atau karya ilmiah. Tanpa kemampuan menulis guru akan kesulitan dalam upaya meningkatkan kredibilitasnya di hadapan murid. Guru yang memiliki kompetensi dalam menulis gagasan, atau menulis buku dan karya almiah, maka akan semakin disegani oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru tidak pernah menulis, maka akan semakin dilecehkan oleh siswa. Oleh karena itu, jika sudah memiliki kemampuan untuk menulis gagasan, maka ketika terlibat dalam era digital bukan saja sebagai konsumen pengetahuan, tetapi juga produsen pengetahuan. Dengan kata lain, guru dalam era informasi sekarang ini, ketika terlibat dalam internet, bukan sekadar mengunduh, tetapi juga mengunggah karya-karya tulisnya yang bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Penguasaan terhadap e-learning bagi seorang guru abad 21 adalah sebuah keniscayaan atau keharusan, jika ingin tetap dianggap berwibawa di hadapan murid. Guru yang kehilangan kewibawaan di mata siswa adalah sebuah bencana, bukan saja bagi guru itu sendiri tetapi bagi sebuah bangsa karena kunci kemajuan bangsa adalah guru. Oleh karena itu kompetensi mengajar berbasis TIK adalah mutlak bagi guru pada abad 21. Jadi seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida hybrid learning, karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui situs pembelajarannya. Jadi pembelajaran hibrida adalah sebuah pola pembelajaran yang mengombinasikan pertemuan tatap muka dengan pembelajaran berbasis online, teknologi hadir dalam proses belajar. Tujuan utamanya untuk keperluan memperluas kesempatan belajar, meningkatkan kualitas proses belajar, menumbuhkan kesempatan yang sama antarpeserta didik, dan berbagai kemungkinan lainnya. Melalui pola pembelajaran hibrida yang memanfaatkan perangkat komputer atau pun smartphone yang terkoneksi pada jaringan internet memberikan peluang seluas-luasnya bagi guru dan siswa untuk melakukan aktivitas belajar sambil melakukan aktivitas lain, termasuk rekreatif secara bersama-sama. Atau inilah yang disebut pembelajaran multitasking. Kehadiran e-learning guru abad 21 juga dituntut untuk kreatif dan inonvatif dalam memanfaatkan media baru new media untuk pembelajaran berbasis web. Oleh karena itu guru perlu mempunyai kompetensi untuk menerapkan mutltimedia. Kalau toh tidak membuat aplikasi sendiri, tetapi setidaknya bisa memanfaatkan dan menerapkan multimedia bagi pembelajaran. Demikian pula dengan gamifiication atau pembelajaran berbasis pada permainan yang sekarang semakin diminati oleh siswa, adalah peluang yang perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berbagai bidang studi yang selama ini dirasa sulit oleh siswa, seperti matematika, fisika, dan kimia misalnya, terbukti dapat menjadi pembelajaran yang menyenangkan melalui kreasi pembelajaran berbasis permainan. Dengan demikian, guru abad 21 juga perlu memiliki kemampuan perancangan pembelajaran berbasis permainan, sehingga proses belajar menjadi mudah dan menyenangkan, sekalipun itu pada bidang studi yang selama ini dianggap rumit dan membosankan. Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap kehadiran yang baru. Jika dipandang dari perspektif kritis, konsep transformasi seperti itu segera akan mengundang kecurigaan bahwa konsep transformasi mau tidak mau akan berbau positivistik. Ketika asumsi linearistik yang menjadi karakter utama positivistik, pastilah mengandaikan bahwa yang lama akan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggal, atau paling tidak sedikit muatan kemajuannya Wahyono, 2011. Selanjutnya Wahyono menjelaskan bahwa ketika transformasi digunakan untuk menjelaskan konsep transformasi budaya, maka mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis dalam aktivitas kebudayaan. Setidaknya terdapat proses penyesuaian dari nilai, sikap, dan praksis budaya lama menuju budaya baru. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggunakan konstruksi budaya berbasis pada nilai budaya Barat, maka mau tidak mau nilai budaya lama masyarakat pengadopsinya harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Salah satu nilai yang imperatif dituntut oleh ilmu pengetahuan dan teknologi adalah apresiasi tinggi terhadap logika kausalitas, akurasi, presisi, detail, dan terukur. Di samping itu tentu saja penghargaan terhadap prinsip kejujuran, disiplin, dan kerja keras yang merupakan etos masyarakat Barat dan negara maju lainnya di kawasan Asia. Oleh karena itu tesis yang ditawarkan adalah, jika masyarakat, taruhlah yang masih mengikuti prinsip tradisionalisme, ingin menjadi masyarakat modern berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu melakukan transformasi kultural. Transformasi di sini mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis lama menuju yang baru. Transformasi kultural, bila diterapkan dalam kaitannya dengan perkembangan model pembelajaran hibrida, maka konsep transformasi kultural tentu mengandaikan proses alih ubah dari nilai tradisional ke nilai pembelajaran modern. Secara umum sudah berkembang persepsi bahwa model pembelajaran yang lebih lazim digunakan adalah berat pada karakter berorientasi pada guru teacher center daripada berorientasi pada peserta didik student center. Oleh karena pembelajaran online masuk kategori belajar berbasis media baru new media maka mengedepankan egalitarianism, kesetaraan, emansipatif, dan partisipatif dalam proses komunikasinya, maka student-center lebih sesuai dengan prinsip pembelajaran online. Dengan demikian diperlukan adanya transformasi kultural dari model pembelajaran yang berprinsip searah, top-down, dan memposisikan peserta didik sebagai pihak pasif, ke arah model pembelajaran konstruktivistik yang berorientasi pada peserta didik. Pandangan bahwa guru adalah sumber pengetahuan dan rujukan utama pengetahuan, perlu diubah ke arah pandangan bahwa sumber pengetahuan bersifat menyebar. Semua pada prinsipnya dapat menjadi sumber rujukan, tidak terkecuali peserta didik. Atau setidaknya murid adalah pihak yang aktif mengkonstruksi dan memaknai pesan. Begitulah, guru dalam pembelajaran abad 21 dituntut mengenali dan menguasai pembelajaran berbasis TIK. Jenjang kompetensi TIK yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pengajar atau guru untuk menerapkan model e-learning meliputi lima tahapan. Upaya dini yang harus dilakukan oleh pegelola sekolah adalah menyiapkan SDM guru yang melek TIK ICT literate. Ciri-ciri utama seorang guru yang melek TIK ialah guru yang menggunakan TIK secara tepat, berdasarkan kebutuhan belajar, kompetensi, karakteristik isi atau mata ajar, ketersediaan sarana. Selanjutnya ia mampu mensinergikan kompetensi ini dalam penyajian di kelas konvensional, yaitu bersama dengan peserta didik menggunakan TIK untuk proses belajar dan mengajar. Adapun guru yang mahir meggunakan TIK dapat menjadi guru TIK, yaitu menularkan perilaku positif dan mengintegrasikannya dalam materi ajar TIK serta menumbuhkan kesadaran dalam berinternet sehat, misalnya ia dapat menjelaskan bagaimana mengakses jejaring sosial sekaligus memanfaatkannya untuk diskusi suatu mata ajar tertentu Salma, 2016 4. Oleh karena itu, setelah guru memiliki karakteristik yang sesuai dengan tuntutan abad 21 yang serba digital, maka seorang guru juga perlu mempunyai kompetensi di bidang perancangan atau desainer pembelajaran. Disainer pembelajaran menjadi sosok yang harus lebih banyak berperan dalam menyelenggarakan e-learning. Disainer pembelajaran adalah ahli yang terbuka dan dinamis, mampu memecahkan masalah di tingkat trouble shooting, di depan monitor, atau hingga menjadi problem solver dalam tatanan menciptakan proses belajar maya yang “hidup”, interaktif, dan manusiawi Salma, 2016 5. C. Karakteristik Siswa Abad 21 Bagaimana karakteristik siswa abad 21 dalam suatu proses pembelajaran berbasis web? Semua sepakat bahwa siswa jaman sekarang atau yang sedang populer disebut sebagai siswa zaman now, adalah berbeda dengan karakteristik siswa jaman dulu. Jika dahulu siswa praktis hanya memiliki peluang belajar pada lembaga sekolah, tetapi sekarang sumber belajar ada di mana-mana dan bahkan terbawa ke mana-mana. Melalui smartphone berbasis android misalnya, siswa jaman sekarang bisa dengan mudah belajar sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah mesin pencari yang begitu populer, yaitu google, siswa sekarang bisa mendapatkan berbagai informasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa perilaku belajar siswa sekarang, sangat bergantung atau bahkan mengga ntungkan diri pada mesin pencari google itu. Jika ada pertanyaan keahlian apa yang diperlukan oleh siswa pada era abad 21? Menurut Bernie Trilling dan Charles Fadel 2009, dalam bukunya berjudul 21st Century Skills Learning for Life in Our Times, mengidentifikasi ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki oleh generasi abad 21 mencakup nilai dan perilaku seperti rasa keingintahuan tinggi, kepercayaan diri, dan keberanian. Keterampilan dan kecakapan abad 21 mencakup tiga kategori utama, yaitu 1. Keterampilan belajar dan inovasi berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan kreativitas kolaboratif dan inovatif. 2. Keahlian literasi digital literasi media baru dan literasi ICT. 3. Kecakapan hidup dan karir memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab. Dalam abad 21 menuntut karakteristik siswa yang memiliki keterampilan belajar dan inovasi, yaitu yang berkait dengan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan ini menuntut kebebasan berpikir dalam suatu proses pembelajaran. Faktanya, dalam prosses belajar mengajar di lembaga sekolah sekarang ini masih banyak siswa kesulitan bertanya, dan bahkan takut bertanya. Terdapat beberapa penyebab mengapa siswa kurang memiliki kemampuan bertanya, karena selama ini lebih banyak pendekatan pembelajaran berpusat pada guru teacher center . Memang tidak mudah menghilangkan kendala kultural ini, karena masih berkembangnya persepsi bahwa guru adalah pusat sumber belajar utama, dan guru harus serba tahu. Akan tetapi dalam abad 21, pendekatan seperti itu sudah tidak cocok lagi jika memang ingin membentuk karakteristik siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis. Pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa student center sebagaimana yang dianjurkan selama ini adalah suatu keharusan. Murid harus dipandang sebagai subyek aktif yang memiliki daya seleksi dan daya interpretasi, serta daya kreasi tinggi terhadap topic apa yang diangkat dalam suatu proses pembelajaran. Pendekatan ini bukan berprinsip benar atau salah, tetapi prinsipnya bagaimana mengembangkan kemampuan bernalar dan berargumentasi siswa. Oleh karena itu penerapan model pembelajaran konstruktivistik seperti pembelajaran kooperatif, metode diskusi, curah pendapat, dan debat perlu diintensifkan, sehingga melatih siswa memiliki kemampuan bertanya dan tidak takut bertanya dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dalam era berkemajuan seperti sekarang ini, maka siswa harus memiliki karakter kreatif dan inovatif. Ketika sekarang dunia menyodorkan peluang untuk mengembangkan industry kreatif berbasis digital, maka siswa perlu mengembangkan diri kemampuan kreatif dan inovatif. Era industry kreatif menuntut berbagai produk yang utamanya dihasilkan oleh pikiran atau ide-ide kreatif, bukan keterampilan fisik. Fakta juga sudah menunjukkan bahw generasi muda sekarang yang bergerak pada industry kreatif semakin banyak, dan industri daring ini sekarang telah menjadi tumpuan harapan Indonesia di masa depan. Abad 21 menuntut siswa memiliki keahlian literasi digital atau literasi media baru dan literasi ICT. Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan guru, literasi digital boleh dibilang lebih tinggi di kalangan siswa. Argumen ini berangkaat dari logika berpikir sekuensial, bahwa generasi belakangan pasti lebih cepat dalam menerima kehadiran teknologi baru. Sekarang dikenal apa yang disebut sebagai generasi digital imigran dan digital natif. Generasi digital imigran adalah generasi tua, termasuk sebagian besar guru di Indonesia. Sementara itu generasi digital natif adalah mereka yang sejak usia dini sudah terbiasa dengan media digital dalam aktivitas sehari-hari, mulai dari aktivitas bermain, belajar, dan kegiatan apa pun yang relevan. Siswa generasi digital natif ini dapat dikatakan sudah relatif memiliki tingkat literasi digital cukup tinggi. Literasi ICT jika mengacu pada pengertian PBB cukup luas cakupannya. ICT berarti meliputi juga media lama seperti radio dan televisi, jadi bukan saja media baru seperti gawai atau telepon genggam yang berbasis android terkoneksi jaringan internet. Oleh karena itu siswa pada abad 21 adalah mereka yang memiliki kemampuan mengenali, menggunakan secara teknis, dan memanfaatkan pada aktivitas pembelajaran. Penggunaan televisi sebagai media pembelajaran instruksional misalnya, juga merupakan kemampuan literasi ICT, karena itu siswa bisa juga terlibat dalam pembelajaran audiovisual. Lebih dari itu, sekarang yang sedang tren adalah bahwa siswa terlibat secara intensif dalam proses pembelajaran web, termasuk juga penggunaan multimedia interaktif. Karakteristik siswa abad 21 berkaitan dengan kecakapan hidup yang bukan saja sekadar pasif menerima begitu saja keadaan. Akan tetapi perlu senantiasa mengambil insiatif dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sehingga terus adaptif dengan terhadap perkembang teknologi baru yang semakin canggih. Temuan teknologi infomarsi dalam bidang pendidikan terus terjadi secara susul-menyusul dalam rentang waktu yang semakin cepat jarak intervalnya. Karena itu, berbagai aplikasi pembelajaran dalam elearning misalnya, terus menawarkan temuan baru dalam jarak yang relatif pendek, sehingga siswa diterpa oleh kehadiran inovasi pendidikan melalui temuan aplikasi baru. Dalam pada itu jika siswa tidak memiliki kemampuan adaptif terhadap inovasi teknologi digital ini, maka akan semakin tertinggal dan akibatnya kurang memiliki akses untuk masuk dalam dunia masyarakat siber. Siswa abad 21 juga dituntut memiliki karakter kecakapan sosial dalam interaksi antarbudaya dan antarbangsa, karena dunia semakin mengglobal dan menjadi satu kesatuan. Jika ingin mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, serta keahlian yang sesuai dengan minatnya, siswa bisa berbagi sharing dengan berbagai siswa di seluruh dunia. Dunia siber telah memberikan fasilitas memadai untuk bisa berkomunikasi kepada siapa pun melalui internet atau pun media sosial ke seluruh dunia. Karena itu belajar dalam ruang virtual memungkinkan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan keahlian sesuai dengan minat dan bakatnya. Dalam pada itu, siswa pada era digital juga dituntut untuk memiliki kemampuan bekerjasama secara tim, bukan saja antarsiswa di lingkungan kelasnya, tetapi bisa menembus batas ruang dan waktu, ke dunia siber antarsiswa di seluruh dunia. Kerjasama dalam ini konteks ini menuntut kemampuan kreatif dan daya inovatif agar apa yang dimiliki siswa memang memiliki daya tawar tinggi sehingga menarik perhatian. Misalnya pengetahuan dalam bidang robotik, budidaya tanaman, dunia permainan, dan temuan kreatif lain yang berguna bagi pemecahan masalah, adalah hal-hal yang menarik perhatian generasi digital natif dewasa ini. Akhirnya, siswa pada abad 21 juga perlu memiliki kecakapan dalam bidang kepemimpinan produktif dan akuntabel. Artinya apa yang ditawarkan dalam bidang keahlian masing-masing harus benar-benar bisa dievaluasi secara fair, sehingga teruji. Ini enting untuk mencari kepercayaan dalam komunikasi antarbangsa antarkultur di dalam dunia virtual. Oleh karena itu kepemimpinan produktif memang harus disertai sikap tanggung jawab terhadap apa yang telah diputuskan secara bersama tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kreativitas dan inovasi. Begitulah, berbagai karakteristik yang dituntut dalam era digital, yang semuanya memang harus dilandasi oleh sikap keingintahuan tinggi dan kehendak untuk maju dan progresif. Di atas itu semua, dalam era digital dalam masyarakat jejaring sekarang ini adalah kemampuan belajar mandiri. Jadi siswa zaman now mau tidak mau harus memiliki kemampuan belajar mandiri, karena media baru telah menyediakan berbagai informasi yang begitu melimpah. Jika sudah memiliki kemampuan belajar mandiri, maka pemanfaatan fasilitas belajar berbasis web yang bersifat serba digital.
Berkembangnyailmu pengetahuan dan teknologi di era disrupi sekarang ini menuntut adanya sistem pendidikan yang mampu mengembangkan ilmu sekaligus nilai-nilai yang membangun karakter peserta didik sehingga mereka kelak mempunyai kekuatan dan jiwa yang berkualitas untuk mampu mengendalikan diri dari hal negatif sebagai dampak dari
– Pada abad 21 sekarang ini, dalam era Revolusi Industri era society Guru di hadapkan pada sejumlah tantangan. Tantangan ini harus di hadapi secara profesional, karena guru merupakan suatu profesi sesuai amanat Undang-undang Guru dan Dosen. Berikut ini kita akan membahas bagaimana karakteristik yang harus dimiliki oleh Guru Abad 21. Catatan buat pembacaPada setiap tulisan dalam semua tulisan yang berawalan “di” sengaja dipisahkan dengan kata dasarnya satu spasi, hal ini sebagai penciri dari website ini. Baca Juga Marketplace Guru Kebijakan baru penerimaan Guru oleh Menteri Nadiem Makarim? Daftar Isi 1A. 7 Karakteristik Guru Abad 211. Ulet dan Cekatan2. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-2 Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan 3. Disiplin Tepat waktu4. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-4 Terbuka5. Jujur6. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-6 Amanah dan bertanggung jawab 7. Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikanB. KesimpulanSumber A. 7 Karakteristik Guru Abad 21 Dari sejumlah literatur, setidaknya ada 7 karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang Guru untuk menjadi seorang Guru Profesional. Ketujuh Karakteristik Guru Abad 21 tersebut, adalah Ulet dan Cekatan Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan Disiplin Tepat waktu Terbuka Jujur Amanah dan bertanggung jawab Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan Baca Juga Kompetensi Guru Abad 21 1. Ulet dan Cekatan Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Ulet dan Cekatan. Tenaga pendidik merupakan role model peserta didik di sekolah. Guru harus memiliki sikap dan nilai moral yang baik di mata peserta didik. Ulet dan Cekatan merupakan salah satu nilai moral yang sangat mulia dan sangat penting untuk di pahami serta di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama di tanamkan pada diri guru maupun siswa di sekolah. Keuletan dan cekatan adalah karakter yang begitu berpengaruh terhadap hasil pengajaran dan kinerja guru di dunia pendidikan Yunita, 2019. 2. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-2 Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan Di dalam profesi tentunya ada suatu aturan yang membatasinya. Selaras dengan Kartowagiran 2011 bahwa Tenaga pendidik ketika melakukan tugasnya mesti mengaplikasikan keahliannya, kemahirannya yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu yang di dapat dalam pendidikan profesi. Menjunjung tinggi sebuah profesi serta menaati kode etik keguruan merupakan karakter yang sangat di perlukan dalam diri seorang guru. Kita hidup di negara hukum yang penuh dengan aturan, maka kode etik guru sama saja dengan aturan, dan aturan adalah hal wajib untuk di taati, bayangkan ketika ada tenaga pendidik yang melanggar aturan maka kualitas tenaga pendidik sebagai pengajarpun juga akan di cap buruk. 3. Disiplin Tepat waktu Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Disiplin tepat waktu. Tenaga pendidik profesional adalah mereka yang memiliki kepribadian yang utuh. Salah satunya adalah komitmen untuk selalu tepat waktu itu. Ketepatan pada waktu adalah salah satu indikator dari karakter kedisiplinan yang idealnya terinternalisasi dalam kepribadian seorang guru. Karakteristik seorang guru yang bisa dikatakan professional, salah satunya yaitu disiplin dan tepat waktu ketika mengajar. Dari pernyataan tersebut dapat di pahami bahwa setiap aktivitas yang di jalankan oleh tenaga pendidik hendaknya menerapkan disiplin yang tinggi. Kunci kesuksesan dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah disiplin. Perilaku disiplin merupakan suatu kebiasaan yang sangat mudah di ucapkan, namun tidaklah mudah untuk di jalankan secara konsisten Jailani, 2014. 4. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-4 Terbuka Menjadi tenaga pendidik memang harus mempunyai sikap terbuka, Menerima kritik, pertanyaan, maupun masukan dari peserta didik. Tidak hanya sikap yang terbuka, namun juga pemikiran yang terbuka untuk menanggapinya. Seorang guru tidak sepantasnya egois dan tertutup ketika ada seorang muridnya ingin menyalurkan opini. Guru profesional tentunya tidak akan melakukan itu. Selaras dengan pernyataan Susilo & Sarkowi 2018, Guru dalam melaksanakan tugasnya harus selalu bersikap terbuka, dan kritis untuk mengaktualisasi penguasaan isi bidang studi, pemahaman karakteristik peserta didik, dan melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Karakteristik yang di harapkan adalah Guru mempunyai sikap terbuka agar peserta didik memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang di ajarkannya. 5. Jujur Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Jujur. Kejujuran merupakan hal yang sangat jarang di temui pada tenaga pendidik yang tidak professional, jika tenaga pendidik professional dia akan berusaha menampilkan sebenarnya sesuai dengan yang terlihat di lapangan. Sejalan dengan pendapat Kartowagiran 2011 bahwa inti pembelajaran salah satunya adalah pemelihara keterlibatan siswa serta penilaian proses dan hasil belajar. Guru harus mampu bersikap jujur ketika menyampaikan proses dan hasil belajar peserta didik, tidak boleh di manipulasi. 6. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-6 Amanah dan bertanggung jawab Ketika seseorang memilih menjadi tenaga pendidik, seharusnya ia sadar bahwa pilihannya adalah tanggung jawabnya. Menjadi guru yang berprofesi berdasarkan tanggung jawab. Profesi yang terus tumbuh berangkat dari panggilan hati sebagai amanah. Amanah adalah sesuatu yang di berikan kepada seseorang yang di nilai mempunyai kemampuan untuk mengembannya. Sehingga amanah seorang tenaga pendidik sebagai pengajar yaitu bagaimana seorang dosen membimbing, membina, mengayomi dan memberi teladan pada peserta didiknya dengan penuh keikhlasan. Mau tidak mau, tenaga pendidik harus mengemban amanah yang telah di berikan kepadanya dengan baik. Ketika guru memiliki satu sikap amanah dan tertanam dalam dirinya ada tanggung jawab yang besar, maka akan menentukan kualitas dan mutu dirinya. Kualitas seorang guru bisa di katakan baik atau bagus di lihat dari apakah dia bisa professional dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai seorang guru. 7. Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan. Materi atau pengelolaan serta evaluasi dalam proses belajar mengajar benar-benar haris di prepare dengan baik dan matang, di dunia pendidikan tidak ada istilah asal-asalan hanya sekedar memenuhi kewajiban, system kebut dalam semalam, mengerti atau tidak peserta didik terhadap pelajaran bukanlah persoalan, intinya semua praktik yang tidak memiliki tanggung jawab dalam melakukan pendidikan harus berupaya atau berusaha di kurangi hal seperti itu Sepriyanti, 2012. Maka jika sesorang terlebih membawa persoalan pribadi kedalam dunia pendidikan itu sangat tidak etis. Guru profesional adalah guru yang dapat memanage dan menempatkan apapun sesuai dengan tempatnya, termasuk masalah pribadi, hal tersebut kurang layak jika harus di bawa ke dunia pendidikan. Guru yang profesional melakukan pekerjaan nya sebagaimana mestinya tidak mencampur adukkan dengan masalah pribadi atau keluarganya. B. Kesimpulan Berdasarkan ketujuh keterampilan dan karakter di atas, model pembelajaran pun harus di sesuaikan untuk abad 21. Model pembelajaran merupakan cara atau teknik penyajian yang di gunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran Surya, 2017. Peneliti menemukan bahwa metode yang cocok untuk abad 21, yakni Pembelajaran berpusat pada peserta, multi interaksi dalam proses pendidikan, lingkungan belajar yang lebih luas, peserta didik aktif dalam proses pembelajaran, apa yang di pelajari kontekstual dengan anak, pembelajaran berbasis tim, objek yang di pelajari sesuai dengan kebutuhan anak, semua indra anak di daya gunakan dalam proses belajar, dan menggunakan multimedia. Selain itu model pembelajarannya bisa menggunakan teknik Mix antara modern digital dan tradisional. Model pembelajaran tradisional tidak bisa di hilangkan jadi bisa menggunakan model pembelajaran campuran/ combine antara metode modern dan traditional tetapi pada abad ini kita harus membuat siswa kita lebih aktif agar lebih kritis, model pembelajaran yang cocok adalah presentasi agar siswa tidak hanya mendengarkan guru berbicara tetapi siswa juga mencoba untuk memahami materi ini sebelum kelas di mulai. Guru bisa melihat kondisi atau lingkungan yg di hadapi kemudian membuat model pembelajaran yang sesuai. Hal ini di perkuat oleh pendapat Sole & Anggraeni 2018 Seiring laju perubahan dan perkembangan yang terjadi pada era global yang telah jauh berbeda dengan era dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, tuntutan akan kompetensi manusia untuk bisa hidup, bekerja, dan meraih peluang partisipasi di dalamnya jauh lebih kompleks. Perkembangan IPTEK mengharuskan pendidik agar lebih melek teknologi, informasi dan komunikasi. Model pengembangan kompetensi guru abad 21 adalah sebuah model yang membimbing guru untuk meningkatkan kompetensi profesional sehingga mampu menghadapi generasi milenial yang semakin hari semakin mendekatkan diri dengan teknologi Giantara, 2019. Oleh sebab itu, guru harus melek perkembangan teknologi. Baca Juga Fungsi guru sebagai apa? Sumber Giantara, F. 2019. Model Pengembangan Kompetensi Guru Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial Keagamaan, 161, 59–83. Jailani, S. S. 2014. Guru Profesional dan Tantangan Dunia Pendidikan. Jurnal Al-Ta’lim, 211, 1–9. Kartowagiran, B. 2011. Kinerja Guru Profesional Guru Pasca Sertifikasi. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 303, 463–473. Ratnawati & Septi Gumiandari. 2021. PROFIL GURU PROFESIONAL ABAD 21 DALAM PERSPEKTIF MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON. AL-TARBIYAH, Vol. 31 No. 1, June 2021, 27-39. Sepriyanti, N. 2012. Guru Profesional Adalah Kunci Mewujudkan Pendidikan Berkualitas. Jurnal Al-Ta’lim, 11, 66–73. Sole, F. B., & Anggraeni, D. M. 2018. Inovasi Pembelajaran Elektronik dan Tantangan Guru Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan E-Saintika, 21, 10–18. Surya, Y. F. 2017. Penggunaan Model Pembelajaran Pendidikan Karakter Abad 21 pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 11, 52 – 61. Susilo, A., & Sarkowi. 2018. Peran Guru Sejarah Abad 21 Dalam Menghadapi Tantangan Arus Globalisasi. Jurnal Pendidik Dan Peneliti Sejarah, 21, 43–50. Yunita, L. 2019. Implementasi Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Mengembangkan Karakter Anak Usia Dini Di Tk Masjid Agung Kalianda Lampung Selatan. Skripsi, 56.
RADARSEMARANGID, Guru abad 21 adalah guru tipe 4 yang menjalankan peran berbeda dengan guru konvensional. Peran guru abad 21 sebagai fasilitator, mediator, kolaborator, dan motivator dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sangat bergantung pada kemampuan guru dalam memfasilitasi pembelajaran. Kemampuan tersebut
Karakteristik Guru Abad 21 - Tidak terasa kita sudah berada di abad 21, perkembangan di dunia pendidikan pun semakin pesat. Utamanya guru di abad 21 perlu melakukan berbagai perubahan untuk mengikuti perkembangan zaman. Karakteristik Guru Abad 21 Bagi anda yang ingin tetap eksis di abad 21 sebagai seorang Guru, maka perlu memiliki beberapa karakter berikut ini. Guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator. salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca. guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasangagasan inovatifnya dalam bentuk buku atau karya ilmiah. guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Penguasaan terhadap e-learning bagi seorang guru abad 21 adalah sebuah keniscayaan atau keharusan, jika ingin tetap dianggap berwibawa di hadapan murid. Guru yang kehilangan kewibawaan di mata siswa adalah sebuah bencana, bukan saja bagi guru itu sendiri tetapi bagi sebuah bangsa karena kunci kemajuan bangsa adalah guru. Oleh karena itu kompetensi mengajar berbasis TIK adalah mutlak bagi guru pada abad 21. Jadi seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida hybrid learning, karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui situs pembelajarannya. Karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap kehadiran yang baru. Jika dipandang dari perspektif kritis, konsep transformasi seperti itu segera akan mengundang kecurigaan bahwa konsep transformasi mau tidak mau akan berbau positivistik. Ketika asumsi linearistik yang menjadi karakter utama positivistik, pastilah mengandaikan bahwa yang lama akan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggal, atau paling tidak sedikit muatan kemajuannya. [ Pengertian Kompetensi Profesional Guru ] Pada pendidikan abad 21, guru diharap bisa mengubah pendekatannya dari pendekatan gaya lama kepada gaya yang lebih adaptif di zaman ini. Apa saja pendekatan tersebut? Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan mereka. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam kelas. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran 🙂 Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah antara guru dan siswa. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan performanya tak hanya tes tulis. Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran. Demikianlah beberapa Karakteristik Guru Abad 21 yang harus dimiliki oleh seorang Guru di abad 21. Semoga bermanfaat.
Bentukpembelajaran abad 21 Slideshow 10863718 by S10. Model Landasan & Konsep Dasar Pendidikan Pembelajaran Inovatif Pembelajaraan Berbasis Neuroscience Pembelajaran STEAM Pembelajaran Abad 21 Landasan Pendidikan Karakteristik Peserta Didik Teori Belajar & Implikasi Kurikulum Kerangka TPACK & Teori Belajar Neuroscience. Peserta
ProfesorHariyono mencoba merumuskan karakteristik guru professional yang siap menghadapi perubahan abad 21 dan mempersiapkan generasi emas 2045, yakni sebagi berikut: 1. Guru professional melibatkan dimensi “cinta” dalam merealisasikan strategi pembelajarannya agar dapat membangkitkan harapan dan cita-cita siswanya. 2.
Karakteristikpeserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik. 1. Etnik. Pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja
. 11jyncxqz9.pages.dev/49711jyncxqz9.pages.dev/47611jyncxqz9.pages.dev/75611jyncxqz9.pages.dev/64411jyncxqz9.pages.dev/60511jyncxqz9.pages.dev/4611jyncxqz9.pages.dev/8511jyncxqz9.pages.dev/4811jyncxqz9.pages.dev/22111jyncxqz9.pages.dev/88611jyncxqz9.pages.dev/87811jyncxqz9.pages.dev/10811jyncxqz9.pages.dev/12411jyncxqz9.pages.dev/76311jyncxqz9.pages.dev/812
karakteristik guru abad 21